A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene,
kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental
memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang
berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene
berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Zakiah
Daradjat, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar untuk Kesehatan Jiwa di
IAIN "Syarif Hidayatullah Jakarta" (1984) mengemukakan lima buah rumusan
kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli. Kelima rumusan itu disusun mulai
dari rumusan- rumusan yang khusus sampai dengan yang lebih umum, sehingga dari
urutan itu tergambar bahwa rumusan yang terakhir seakan-akan mencakup
rumusan-rumusan sebelumnya.
1.
Kesehatan mental adalah
terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari
gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di
kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat
atau sakitnya.
2.
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat
serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih
umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial
secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan
ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3.
Kesehatan mental adalah
terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi-fungsi jiwa,
serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa
terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan,
sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga
menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu - ragu
dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
4.
Kesehatan mental adalah
pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan
potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa
kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa.Definisi keempat ini lebih menekankan pada pengembangan dan
pemanfaatan segala daya dan pembawaan yang dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat dan
kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
5.
Kesehatan mental adalah
terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan
terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya,
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.Definisi ini memasukkan
unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam
kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan
pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia.
Dalam buku lainnya
yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental, Zakiah Daradjat mengemukakan,
kesehatan mental adalah terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit
kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada
konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat
menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.
Mental
yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres)
orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari
tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto
Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental
adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang
dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility)
Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic,
proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang
diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
B. Ciri
- ciri Kesehatan Mental Berdasarkan Para
Ahli
Marie Jahoda memberikan batasan yang agak luas tentang kesehatan
mental. Kesehatan mental tidak hanya terbatas pada absennya seseorang dari gangguan
kejiwaan dan penyakitnya. Akan tetapi, orang yang sehat mentalnya memiliki
ciri-ciri utama sebagai berikut :
1. Sikap kepribadian yang
baik terhadap diri sendiri dalam arti dapat mengenal diri sendiri dengan baik.
2. Pertumbuhan,
perkembangan, dan perwujudan diri yang baik.
3. Integrasi diri yang
meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan tahan terhadap tekanan-
tekanan yang terjadi.
4. Otonomi diri yang
mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan
bebas.
5. Persepsi mengenai
realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, serta memiliki empati dan kepekaan
sosial.
6. Kemampuan untuk menguasai
lingkungan dan berintegrasi dengannya secara baik.
Richard T.Kinnier (dalam
Cappuzzi & Gross,1997) memberikan beberapa kriteria mengenai kesehatan
mental, seperti berikut :
a. Menerima diri sebagaimana adanya (self-acceptancce)
b. Mengerti tentang keadaan diri (self- knowledge)
c. Mempunyai kepercayaan diri dan kontrol diri (self confidence and self- control)
d. A Clear perception of reality
e. Keseimbangan dalam hidup (Balance and moderation)
f. Menyanyangi sesama manusia (Love of others)
g. Menyanyangi kehidupan (Love of life)
h. Memiliki tujuan hidup (Purpose in life)
C. Kesehatan
Mental Dalam Perspektif Psikologi Islam
Dalam
literatur Psikologi, ditemukan beberapa pengertian kesehatan mental. Musthafa
Fahmi, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Mahmud menemukan dua pola dalam
mendefinisikan kesehatan mental: Pertama, pola negatif (salabiy), bahwa
kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis (al-amradh
al-ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzihaniyah). Kedua, pola
positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam
penyesuaian diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya.
Zakiah
Daradjat secara lengkap mendefinisikan kesehatan mental dengan ”terwujudnya
keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya
berdasarkan keimanan dan ketakwaan”.
Dalam
Islam, Ada tiga pola yang dikembangkan untuk mengungkap metode perolehan dan
pemeliharaan kesehatan mental: Pertama, metode tahalli, takhalli, dan tajalli;
Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat; dan ketiga, metode
iman, islam, dan ihsan. Di sini, kita lebih cenderung memilih pola yang ketiga.
1.
Metode
Imaniah
Iman
secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan
(al-amanah). Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya
penuh keyakinan dalam menghadapi problem hidup.
Dengan
iman, seseorang memiliki tempat bergantung, tempat mengadu, dan tempat memohon
apabila ia ditimpa problema atau kesulitan hidup, baik yang berkaitan dengan
perilaku fisik maupun psikis. Ketika seseorang telah mengerahkan daya upayanya
secara maksimal untuk mencapai satu tujuan, namun tetap mengalami kegagalan,
tidak berarti kemudian ia putus asa atau malah bunuh diri. Keimanan akan
mengarahkan seseorang untuk mengoreksi diri apakah usahanya sudah maksimal atau
belum. Sejalan dengan hukum-hukum-Nya atau tidak. Jika sesuai dengan
hukum-hukum-Nya, tetapi masih menemui kegagalan, hal yang perlu diperhatikan
adalah hikmah dibalik kegagalan tersebut.
Apakah
Allah SWT menguji kualitas keimanannya melalui kegagalan ataukah Dia mengasihi
hamba-Nya yang salih supaya ia tidak sombong atau angkuh ketika memperoleh
kesuksesan.
2. Metode Islamiah
Islam
secara etimologi memiliki tiga makna, yaitu penyerahan dan ketundukan (al-silm),
perdamaian dan keamanan (al-salm), dan keselamatan (al-salamah).
Realisasi metode Islam dapat membentuk kepribadian muslim (syakhshiyah
al-muslim) yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat
menyesuaikan diri dalam setiap kondisi. Kondisi seperti itu merupakan syarat
mutlak bagi terciptanya kesehatan mental. Kepribadian muslim menimbulkan lima
karakter ideal.
Pertama, karakter syahadatain
yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membebaskan diri dari segala
belenggu dan dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif, seperti materi dan hawa
nafsu.
·
QS.
Al-Furqon {25}: 43
|M÷uäur&Ç`tBxsªB$#¼çmyg»s9Î)çm1uqyd|MRr'sùr&ãbqä3s?Ïmøn=tã¸xÅ2urÇÍÌÈ
43. Terangkanlah kepadaku
tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu
dapat menjadi pemelihara atasnya?
Kedua,
karakter mushalli, yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah
(ilahi) dan dengan sesama manusia (insani). Komunikasi ilahiah ditandai dengan
takbir, sedang komunikasi insaniah ditandai dengan salam. Karakter mushalli
juga menghendaki kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir diwujudkan dalam
wudhu (Q.S. Al-Maidah:6), sedang kesucian batin diwujudkan dalam bentuk
keikhlasan dan kekhusyukan (Q.S. al-Mukminun: 1-2).
Ketiga,
karakter muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk
kebersihan dan kesucian jiwanya (Q.S. At-Taubah: 103). Karakter Muzakki
menghendaki adanya pencarian harta secara halal dan mendistribusikannya dengan
cara yang halal pula. Ia menuntut adanya produktifitas dan kreativitas.
Keempat,
karakter sha’im, yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan
nafsu-nafsu rendah dan liar. Di antara karakter sha’im adalah menahan
makan, minum, hubungan seksual pada waktu, dan tempat dilarang.
Kelima,
karakter hajji, yaitu karakter yang mau mengorbankan harta, waktu,
bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT. Karakter ini menghasilkan jiwa
yang egaliter, memiliki wawasan inklusif dan pluralistik, melawan kebatilan,
serta meningkatkan wawasan wisata spiritual.
3.
Metode
Ihsaniah
Ihsan
secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (muhsin) adalah orang yang
mengetahui akan hal-hal baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik, dan
dilakukan dengan niatan baik pula. Metode ini apabila dilakukan dengan benar
akan membentuk kepribadian muhsin (syakhshiyah al-muhsin) yang dapat
ditempuh melalui beberapa tahapan. Pertama, tahapan permulaan (al-bidayah).
Tahapan ini disebut juga tahapan takhalli. Takhalli adalah mengosongkan
diri dari segala sifat-sifat kotor , tercela, dan maksiat. Kedua,
tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadat). Pada tahapan
ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat,
kemudian ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah
laku yang baik. Tahapan ini disebut juga tahalli . Ketiga,
tahapan merasakan (al-muziqat). Pada tahapan ini, seorang hamba tidak
sekadar menjalankan perintah Khaliknya dan menjauhi larangan-Nya, namun ia
merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan, dengan-Nya. Tahapan ini disebut Tajalli.
Tajalli
adalah menampakkannya sifat-sifat Allah SWT pada diri manusia setelah
sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir yang menghalangi menjadi sirna.
D.
Kesehatan Mental dalam
Islam
Dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam
pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat
merupakan hasil sampingan dari kondisi pribadi yang matang secara emosional,
intelektual dan sosial, serta terutama matang pula ketuhanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian dalam Islam dinyatakan betapa pentingnya
pengembangan pribadi-pribadi meraih kualitas “insan paripurna”, yang otaknya
sarat dengan ilmu yang bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa
kepada Tuhan. Sikap dan tingkah lakunya benar-benar merefleksikan nilai-nilai
keislaman yang mantap dan teguh. Otaknya terpuji dan bimbingannya terhadap
masyarakat membuahkan ketuhanan, rasa kesatuan, kemandirian, semangat kerja
tinggi, kedamaian dan kasih sayang. Kesan demikian pasti jiwanya pun sehat.
Suatu tipe manusia ideal dengan kualitas-kualitasnya mungkin sulit dicapai.
Tetapi dapat dihampiri melalui berbagai upaya yang dilakukan secara sadar,
aktif dan terencana sesuai dengan prinsip yang terungkap dalam firman Allah SWT.
·
QS. Ar-Ra’du : 11
¼çms9×M»t7Ée)yèãB.`ÏiBÈû÷üt/Ïm÷ytô`ÏBur¾ÏmÏÿù=yz¼çmtRqÝàxÿøtsô`ÏBÌøBr&«!$#3cÎ)©!$#wçÉitóã$tBBQöqs)Î/4Ó®Lym(#rçÉitóã$tBöNÍkŦàÿRr'Î/3!#sÎ)ury#ur&ª!$#5Qöqs)Î/#[äþqßxsù¨ttB¼çms94$tBurOßgs9`ÏiB¾ÏmÏRrß`ÏB@A#urÇÊÊÈ
11. Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah [767]. Sesungguhnya Allah
tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan [768] yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengakui kebebasan berkehendak
dan menghargai pilihan pribadi untuk menentukan apa yang terbaik baginya. Dalam
hal ini manusia diberi kebebasan untuk secara sadar aktif melakukan lebih
dahulu segala upaya untuk meningkatkan diri dan merubah nasib sendiri dan
barulah setelah itu hidayah Allah akan tercurah padanya.
Sudah tentu upaya-upaya dapat meraih hidayah Allah SWT itu harus
sesuai dan berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu dalam Islam
kebebasan bukan merupakan kebebasan tak terbatas, karena niat, tujuan, dan
cara-caranya harus selalu sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma-norma yang
berlaku. Agama
sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas
dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan
kebahagiaan.
§ QS An Nahl {16} : 97
B@ÏJtã$[sÎ=»|¹`ÏiB@2s÷rr&4Ós\Ré&uqèdurÖ`ÏB÷sãB¼çm¨ZtÍósãZn=sùZo4quymZpt6ÍhsÛ(óOßg¨YtÌôfuZs9urNèdtô_r&Ç`|¡ômr'Î/$tB(#qçR$2tbqè=yJ÷ètÇÒÐÈ
97. Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman,
Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.
§ QS. Ar Ra’ad {13} : 28
ûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%Ìø.ÉÎ/«!$#3wr&Ìò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang
yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Menurut
Yahya Jaya pandangan Islam terhadap kesehatan mental adalah dapat dilihat dari
beberapa hal diantaranya adalah :
1.
Agama
Islam memberikan tugas manusia untuk menjadi ‘abid sebagai penyembah Allah SWT
(QS. al-Zariyat (51): 56) dan sebagai khalifah Allah SWT di bumi (QS.
al-Baqarah (2): 30). Dalam melaksanakan tugas ini manusia diberi petunjuk dan
bimbingan untuk mencapai tujuannya. Sehingga dapat mengembangkan
potensi-potensi jiwanya dan merasakan mental yang sehat.
2.
Islam
memberikan tuntunan kepada manusia untuk bersabar dan shalat (QS. al-Baqarah
(2): 45) dalam menghadapi segala cobaan hidup sehingga dapat diatasinya dengan
ketenangan jiwa.
3.
Agama
Islam memiliki nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan dari Nabi Muhammad Saw
dalam membantu pemeluknya untuk membina kepribadiannya.
4.
Ajaran
Islam dengan melalui wahyu memberikan tuntunan kepada akal agar berpikir dengan
benar.
5.
Ajaran
Islam yang tentunya dalam al-Qur’an menerangkan bahwa al-Qur’an merupakan obat
(syifa) bagi jiwa.
6.
Ajaran Islam menuntun pemeluknya untuk
berinteraksi sosial dengan baik, baik dengan lingkungannya maupun dengan orang
lain, sebagaimana tercantum dalam ajaran aqidah, syari’at dan akhlak.
7.
Ajaran
Islam mendorong manusia untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan yang
jahat dan maksiat.
8.
Ajaran
Islam dapat memenuhi kebutuhan psikis manusia.
Abdulah
Gimnastiar mengartikan kesehatan mental adalah qolbun salim. Sedangkan
orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang berhasil merawat, memelihara dan memperindah
hatinya, dengan ciri-ciri antara lain:
1.
Hatinya
bebas dari jeratan memperturutkan hawa nafsu untuk menyalahi perintah Allah
SWT.
2.
Hidupnya
selalu diselimuti mahabbah dan tawakkal kepada Allah SWT
3.
Dalam
hal beribadah segenap cita-cita dan perhatiannya hanya tertuju pada satu hal
yakni haru menjadi ladang ibadah dan amal halih.
4.
Sungguh-sungguh
merasakan lezatnya bekerja dalam ikhtiar.
5.
Syukur,
tidak licik, tidak sombong dan tidak dzalim.
Dalam
pandangan Islam, bahwa kesehatan mental mengandung arti kebahagiaan batin atau
jiwa (sa’adah) yang berarti keselamatan (najat), kejayaan (jauz),
dan kemakmuran (falah). Dan kebahagiaan dipandang dalam dua dimensi yang
tidak terpisah yaitu, kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan dengan tegas Islam
menyatakan bahwa kebahagiaan dunia adalah gambaran bagi kebahagiaan akhirat,
dan kebahagiaan akhirat adalah muara dari kebahagiaan dunia. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa rumusan kesehatan mental adalah perwujudan keharmonisan
fungsi-fungsi kejiwaan manusia dan terciptanya penyesuaian diri dengan
lingkungan masyarakatnya dalam konteks hubungan muamalah (horizontal) dan
ibadah kepada Allah SWT (vertikal), dan bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna demi memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam
konteks pandangan Islam, mental yang sehat identik dengan
kepribadian yang serasi, terdapat keseimbangan antara kekuatan spiritual yang
mendalam dan vitalitas fisik. Menurut Ustman Najati, kepribadian yang serasi
adalah kepribadian yang memperhitungkan tubuh, kesehatan, kekuatan dan memenuhi
kebutuhan dalam batas-batas yang diperkenankan agama, dan pada saat yang sama
berpegang teguh pada keimanan kepada Allah SWT, dan menghindari segala hal yang
membangkitkan amarah-Nya.
Dengan
demikian pandangan Islam tentang kesehatan mental mengacu kepada kebahagiaan
dan kesejahteraan manusia dalam membina hubungan baik dengan Tuhan, terhadap
dirinya sendiri, sesama manusia dan alam lingkungan sekitarnya.
E.
Upaya Mencapai
Kesehatan Mental
Di kalangan ahli kesehatan mental, istilah yang digunakan untuk
menyebut kesehatan mental berbeda-beda, kriteria yang dibuat pun tidak sama
secara tekstual, meskipun memiliki maksud yang sama. Dapat disebut di sini,
Maslow menyebut kondisi optimum itu dengan self-actualization, Rogers
menyebutnya dengan fully functioning, Allport memberi nama dengan mature
personality, dan banyak yang menyebut dengan mental health.
Semuanya bermaksud yang sama, tidak ada yang perlu diperdebatkan
meskipun berada dalam kerangka teorinya masing-masing. Pada bagian berikut akan
diuraikan berbagai pandangan tentang kriteria kesehatan mental itu satu
persatu, dengan maksud dapat memberikan gambaran yang lebih luas tentang
kondisi mental yang sehat. Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis)
menurut Maslow dan Mittlemenn adalah
sebagai berikut :
1. Adequate feeling of security
(rasa aman yang memadai). Perasaan merasa aman dalam hubungannya dengan
pekerjaan, sosial, dan keluarganya.
2. Adequate self-evaluation (kemampuan
menilai diri sendiri yang memadai), yang mencakup:
a. harga diri yang memadai, yaitu merasa ada nilai yang sebanding pada
diri sendiri dan prestasinya.
b. memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang secara moral masuk
akal, dengan perasaan tidak diganggu oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan
mampu mengenai beberapa hal yang secara sosial dan personal tidak dapat
diterima oleh kehendak umum yang selalu ada sepanjang kehidupan di masyarakat.
3. Adequate spontanity and emotionality (memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai, dengan orang
lain).
Hal ini ditandai oleh
kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti hubungan
persahabatan dan cinta, kemampuan memberi ekspresi yang cukup pada
ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol, kemampuan memahami dan membagi rasa
kepada orang lain, kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa. Setiap orang
adalah tidak senang pada suatu saat, tetapi dia harus memiliki alasan yang
tepat.
4. Efficient contact with reality
(mempunyai kontak yang efisien dengan realitas).
Kontak ini sedikitnya
mencakup tiga aspek, yaitu dunia fisik, sosial, dan diri sendiri atau internal.
Hal ini ditandai oleh :
a. tiadanya fantasi yang
berlebihan,
b. mempunyai pandangan yang
realistis dan pandangan yang luas terhadap dunia, yang disertai dengan
kemampuan menghadapi kesulitan hidup sehari-hari, misalnya sakit dan kegagalan.
c. kemampuan untuk berubah
jika situasi eksternal tidak dapat dimodifikasi. kata yang baik untuk ini
adalah: bekerja sama tanpa dapat ditekan (cooperation, with the inevitable).
5.
Adequate bodily desires
and ability to gratify them (keinginan-keinginan
jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya).
Hal ini ditandai dengan :
a. suatu sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti
menerima mereka tetapi bukan dikuasai;
b.kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik
dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih kembali dari kelelahan
c. kehidupan seksual yang wajar, keinginan yang sehat untuk
memuaskan tanpa rasa takut dan konflik;
d. kemampuan bekerja;
e. tidak adanya kebutuhan
yang berlebihan untuk mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut.
6. Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan
yang wajar).
Termasuk di dalamnya ;
(a) cukup mengetahui tentang: motif, keinginan, tujuan, ambisi,
hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan rendah diri, dan sebagainya
(b) penilaian yang
realistis terhadap milik dan kekurangan. Penilaian diri yang jujur adalah dasar
kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sifat dan tidak untuk
menanggalkan (tidak mau mengakui) sejumlah hasrat penting atau pikiran jika
beberapa di antara hasrat-hasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat
diterima. Hal itu akan selalu terjadi sepanjang kehidupan di masyarakat.
7. Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh dan konsisten).
Ini bermakna (a) cukup baik
perkembangannya, kepandaiannya, berminat dalam beberapa aktivitas; (b) memiliki
prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan pandangan
kelompok; (c) mampu untuk berkonsentrasi; dan (d) tiadanya konflikkonflik besar
dalam kepribadiannya dan tidak dissosiasi terhadap kepribadiannya.
8. Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar).
Hal ini berarti (a) memiliki tujuan yang sesuai dan dapat dicapai;
(b) mempunyai usaha yang cukup dan tekun mencapai tujuan; dan (c) tujuan itu
bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat.
9. Ability to learn from experience
(kemampuan untuk belajar dari pengalaman).
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak hanya
kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia praktik, tetapi
elastisitas dan kemauan menerima dan oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan
dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas pekerjaan. Bahkan lebih penting
lagi adalah kemampuan untuk belajar secara spontan.
10. Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan memuaskan tuntutan kelompok).
Individu harus: (a) tidak terlalu menyerupai anggota kelompok yang
lain dalam cara yang dianggap penting oleh kelompok: (b) terinformasi secara
memadai dan pada pokoknya menerima cara yang berlaku dari kelompoknya; (c)
berkemauan dan dapat menghambat dorongan dan hasrat yang dilarang kelompoknya;
(d) dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang diharapkan oleh kelompoknya:
ambisi, ketepatan; serta persahabatan, rasa tanggung jawab, kesetiaan, dan
sebagainya, serta (e) minat dalam aktivitas rekreasi yang disenangi
kelompoknya.
11. Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya)
Hal ini mencakup: (a) kemampuan untuk menganggap sesuatu itu baik
dan yang lain adalah jelek setidaknya; (b) dalam beberapa hal bergantung pada
pandangan kelompok; (c) tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk
(menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok; dan (d) untuk beberapa tingkat
toleransi; dan menghargai terhadap perbedaan budaya.
Carl Rogers mengenalkan konsep fully functioning (pribadi yang
berfungsi sepenuhnya) sebagai bentuk kondisi mental yang sehat. Secara singkat
fully functioning person ditandai (1) terbuka terhadap pengalaman; (2) ada
kehidupan pada dirinya; (3) kepercayaan kepada organismenya; (4) kebebasan
berpengalaman; dan (5) kreativitas.
Golden
Allport (1950) menyebut mental yang sehat dengan maturity personality.
Dikatakan bahwa untuk mencapai kondisi yang matang itu melalui proses hidup
yang disebutnya dengan proses becoming. Orang yang matang jika: (l) memiliki
kepekaan pada diri secara luas; (2) hangat dalam berhubungan dengan orang lain;
(3) keamanan emosional atau penerimaan diri; (4) persepsi yang realistik,
ketrampilan dan pekerjaan; (5) mampu menilai diri secara objektif dan memahami
humor; dan (6) menyatunya filosofi hidup.
Berangkat dari definisi kesehatan mental yang berbeda-beda sesuai
dengan bidang dan pandangan masing-masing, maka upaya pencapaiannya juga
beragam. Kartini Kartono berpendapat ada tiga prinsip pokok untuk mendapatkan
kesehatan mental, yaitu :
1. Pemenuhan kebutuhan pokok
Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan dan
kebutuhankebutuhan pokok yang bersifat organis (fisik dan psikis) dan yang
bersifat sosial. Kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut
pemuasan. Timbullah ketegangan-ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan
cenderung menurun jika kebutuhankebutuhan terpenuhi, dan cenderung naik/makin
banyak, jika mengalami frustasi atau hambatan-hambatan.
2. Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah
maupun yang bersifat psikis. Dia ingin merasa kenyang, aman terlindung, ingin
puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya.
Pendeknya ingin puas di segala bidang, lalu timbullah Sense of Importancy
dan Sense of Mastery, (kesadaran nilai dirinya dan kesadaran penguasaan)
yang memberi rasa senang, puas dan bahagia.
3. Posisi dan status
sosial
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dan status
sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati.
Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa diri aman/assurance,
keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang. Orang lalu menjadi optimis
dan bergairah. Karenanya individu-individu yang mengalami gangguan mental,
biasanya merasa dirinya tidak aman. Mereka senantiasa dikejar-kejar dan selalu
dalam kondisi ketakutan. Dia tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan
hari esok, jiwanya senantiasa bimbang dan tidak imbang (Kartini Kartono dan dr. Jenny Andari, op.cit., hlm. 29-3).
F.
Upaya Mencapai Kesehatan Mental Menurut Agama Islam
1.
Dzikir
Zakiah Darajat berpendapat kehilangan ketentraman batin itu,
disebabkan oleh ketidakmampuan menyesuaikan diri, kegagalan, tekanan perasaan,
baik yang terjadi di rumah tangga, di kantor ataupun dalam masyarakat. Maka
sebagai upayanya Zakiah Daradjat mengutip firman Allah SWT.
·
QS. Ar-Ra’du {13}: 28
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%Ìø.ÉÎ/«!$#3wr&Ìò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang
yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
·
(QS.Al-Baqarah {2} : 152
þÎTrãä.ø$$sùöNä.öä.ør&(#rãà6ô©$#urÍ<wurÈbrãàÿõ3s?ÇÊÎËÈ
152. karena itu, ingatlah
kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa dzikir itu bisa membentuk hati
manusia untuk mencapai ketentraman. Dzikir berasal dari kata dzakara
artinya mengingat, memperhatikan, mengena, sambil mengambil pelajaran, mengenal
atau mengerti. Biasanya perilaku dzikir diperlihatkan orang hanya dalam bentuk
renungan sambil duduk berkomat-kamit. Al-Qur'an memberi petunjuk bahwa dzikir
itu bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat-kamitnya
lidah sambil duduk merenung, tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat
implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif.
a.
Al-Qur'an menjelaskan dzikir
berarti membangkitkan daya ingatan
b.
Dzikir berarti pula ingat
akan hukum-hukum Allah
· QS.An Nahl {16}: 90
*¨bÎ)©!$#ããBù'tÉAôyèø9$$Î/Ç`»|¡ômM}$#urÇ!$tGÎ)urÏ4n1öà)ø9$#4sS÷ZturÇ`tãÏä!$t±ósxÿø9$#Ìx6YßJø9$#urÄÓøöt7ø9$#ur4öNä3ÝàÏètöNà6¯=yès9crã©.xs?ÇÒÉÈ
90. Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
c. Dzikir juga mengambil pelajaran atau peringatan
· QS.Al Baqarah {2}: 269
ÎA÷sãspyJò6Åsø9$#`tBâä!$t±o4`tBur|N÷sãspyJò6Åsø9$#ôs)sùuÎAré&#Zöyz#ZÏW23$tBurã2¤tHwÎ)(#qä9'ré&É=»t6ø9F{$#ÇËÏÒÈ
269. Allah menganugerahkan
Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
2. Puasa (Korelasi
antara Puasa dengan Kesehatan Mental)
Dalam
Islam pengembangan kesehatan mental terintegrasi dalam pengembangan pribadi
pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil
sampingan (by-product) dari kondisi yang matang secara emosional,
intelektual, dan sosial, serta matang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan
Yang Maha Esa. Hal ini tampak sejalan dengan ungkapan lama the man behind
the gun, yang menunjukkan bahwa unsur penentu dari segala urusan ternyata
adalah unsur manusianya juga, atau dalam tulisan ini lebih tepat diganti
menjadi the man behind the system.
Dengan
demikian, jelas dalam Islam betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih
kwalitas insan paripurna, yang otaknya sarat dengan ilmu-ilmu bermanfaat,
bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Tuhan, sikap dan perilakunya
meralisasikan nilai-nilai kiislaman yang mantap dan teguh, wataknya
terpuji, dan bimbingannya kepada masyarakat membuahkan keimanan, rasa kesatuan,
kemandirian, semangat kerja tinggi, kedamaian dan kasih sayang. Insan demikian
pastilah jiwanya sehat. Suatu tipe manusia ideal dengan kwalitas yang
mungkin sulit dicapai, tetapi dapat dihampiri melalui berbagai upaya yang
dilakukan secara sadar, aktif, dan terencana.
Ditinjau
secara ilmiyah, puasa dapat memberikan kesehatan jasmani maupun ruhani. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar.
Penelitian Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri
Mosow (the Moskow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan gangguan
kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia menterapi pasien sakit jiwa
dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Nicolayev mengadakan penelitian
eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok sama besar, baik usia
maupun berat ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertama diberi
pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diperintahkan
untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi dipantau perkembangan
fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis.
Dari eksperimen tersebut diperoleh
hasil yang sangat bagus, yaitu banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan
terapi medik, ternyata bisa disembuhkan dengan puasa. Selain itu kemungkinan
pasien tidak kambuh lagi selama 6 tahun kemudian ternyata tinggi. Lebih dari
separoh pasien tetap sehat.
Sedangkan
penelitian yang dilakukan Alan Cott terhadap pasien gangguan jiwa di rumah
sakit Grace Square, New York juga menemukan hasil sejalan dengan penelitian Nicolayev.
Pasien sakit jiwa ternyata bisa sembuh dengan terapi puasa. Ditinjau dari segi
penyembuhan kecemasan, dilaporkan oleh Alan Cott, bahwa penyakit seperti susah
tidur, merasa rendah diri, juga dapat disembuhkan dengan puasa.Percobaan
psikologi membuktikan bahwa puasa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang.
Hal ini dikaitkan dengan prestasi belajarnya. Ternyata orang-orang yang rajin
berpuasa dalam tugas-tugas kolektif memperoleh skor jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak berpuasa.Di samping hasil penelitian di
atas, puasa juga memberi pengaruh yang besar bagi penderita gangguan kejiwaan,
seperti insomnia, yaitu gangguan mental yang berhubungan dengan tidur.
Penderita penyakit ini sukar tidur, namun dengan diberikan cara pengobatan
dengan berpuasa, ternyata penyakitnya dapat dikurangi bahkan dapat sembuh.
Dari
segi sosial, puasa juga memberikan sumbangan yang cukup besar. Hal ini dapat
dilihat dari kendala-kendala yang timbul di dunia. Di dunia ini ada ancaman
kemiskinan yang melanda dunia ketiga khususnya. Hal ini menimbulkan beban
mental bagi sebagian anggota masyarakat di negara-negara yang telah menikmati
kemajuan di segala bidang. Menanggapi kemiskinan di dunia ketiga, maka di
Amerika muncul gerakan Hunger Project. Gerakan ini lebih bersifat
sosial, yaitu setiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali mereka tidak
diperbolehkan makan. Uang yang semestinya digunakan untuk makan tersebut
diambil sebagai dana untuk menolong mereka yang miskin (Ancok, 1995:57).
Ibadah
puasa yang dikerjakan bukan karena iman kepada Allah biasanya menjadikan puasa
itu hanya akan menyiksa diri saja. Adapun puasa yang dikerjakan sesuai ajaran
Islam, akan mendatangkan keuntungan ganda, antara lain: ketenangan jiea,
menghilangkan kekusutan pikiran, menghilangkan ketergantungan jasmani dan
rohani terhadap kebutuhan-kebutuhan lahiriyah saja.Menurut Hawari (1995:251),
puasa sebagai pengendalian diri (self control). Pengendalian diri adalah
salah satu ciri utama bagi jiwa yang sehat. Dan amnakala pengendalian diri
seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai reaksi patologik
(kelainan) baik dalam alam pikiran, perasaan, dan perilaku yang bersangkutan.
Reaksi patologik yang muncul tidak saja menimbulkan keluhan subyektif
pada diri sendiri, tetapi juga dapat mengganggu lingkungan dan juga orang lain.
3. Shalat
Shalat adalah
anugrah terbesar dari ALLAH kepada umat manusia kepada siapa saja yang rendah
hati, memiliki keinginan untuk melakukannya. Shalat berfungsi sebagai metode
pengulangan untuk penguatan, di mana potensi spiritual yang berisikan elemen
karakter dan sifat mulia di asah dan di ulang – ulang sehingga akan terjadi
proses behaviorisme yang mengarah pada internalisasi karakter individu.
Shalat
adalametode yang jauh lebih sempurna untuk pembentukan dan penguatan karakter
individi, karena ia tidak hanya bersifat dunia, namun juga bermuatan nilai-
nilai spiritual. Di dalamya terdapat sebuah totoalitas yang terangkum secara
dinamis, kombinasi gerak (fisik), emosi (rasa) dan hati (spritual)
Shalat juga tidak
hanya merupakan metode pengulangan namun juga merupakan shalawat, doa, dan
munajat serta perpaduan yang mengagungkan yang terjadi antara kepasraan
hatiyang penuh dedeikasi dan gerak tubuh.
Dan
Allah pun telah memberikan isyarat kebenarannya lewat perintah shalat, ketika
sujud doa yang diucapakan adalah Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi, ini artinya
bahwa untuk mencapai suatu ketinggian harus dimulai dengan hati yang suci dan
jernih terlebih dahulu. Ini dilakukan
sebelum kita menuju dana mengarah pada ketinggian.
·
QS. An Nisa’ {4} : 27 – 28
ª!$#urßÌãbr&z>qçGtöNà6øn=tæßÌãurúïÏ%©!$#tbqãèÎ7GtÏNºuqpk¤¶9$#br&(#qè=ÏÿsC¸xøtB$VJÏàtãÇËÐÈ
27. Dan Allah hendak
menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud
supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).
ßÌãª!$#br&y#ÏeÿsäöNä3Ytã4t,Î=äzurß`»|¡RM}$#$ZÿÏè|ÊÇËÑÈ
28. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu,
dan manusia dijadikan bersifat lemah
·
QS. Al Ankabuut {29} : 45
@ø?$#!$tBzÓÇrré&y7øs9Î)ÆÏBÉ=»tGÅ3ø9$#ÉOÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(cÎ)no4qn=¢Á9$#4sS÷Zs?ÇÆtãÏä!$t±ósxÿø9$#Ìs3ZßJø9$#ur3ãø.Ï%s!ur«!$#çt9ò2r&3ª!$#urÞOn=÷èt$tBtbqãèoYóÁs?ÇÍÎÈ
45. Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Melalui shalat
seseorang akan dapat memvisualisasikan prinsip hidup yang diperolehnya melalui
keenam prinsip hidup yang ada dalam pembangunan mental berdasarkan rukun iman,
dengan menghabiskan waktu beberapa menit dalam sehari untuk melakukan shalat,
ia memiliki waktu untuk membuat pikirannya menjadi lebih rileks dan setelah itu
ia dapat berpikir tentang dirinya serta pemecahan masalah-masalah dalam
lingkungannya secara jernih.
4.
Personal
Strength (Ketangguhan Pribadi)
·
QS. Al Maidah {5} : 35
$ygr'¯»túïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qà)®?$#©!$#(#þqäótGö/$#urÏmøs9Î)s's#Åuqø9$#(#rßÎg»y_urÎû¾Ï&Î#Î6yöNà6¯=yès9cqßsÎ=øÿè?ÇÌÎÈ
35. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
Ketangguhan
pribadi adalah ketika sesorang berada pada posisi telah memiliki pengangan atau
prinsip hidup yang kokoh dana jelas. Seseorang bisa dikatakan tangguh apabila
ia telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
lingkungannya yang terus berubah dengan cepat. Ia tidak menjadi korban dari
pengaruh lingkungan yang dapat merubah prinsip hidup atau cara berpikirnya.
Prinsip hidup yang dimilikinya bersifat abadi dan tidak akan goyah meski
diterpa badai sekeras apapun. Orang yang telah memiliki prinsip hidup yang
kuat, ia akan mampu mengambil suatu keputusan yang bijaksana dengan
menyelaraskan prinsip yang dianut dengan kondisi lingkungannya, tanpa harus
kehilangan pegangan hidup; memiliki prinsip dari dalam diri keluar bukan dari
luar kedalam dan mampu mengendalikan pikirannya sendiri ketka berhadapan dengan
situasi yang sangat menekan.
Seseorang boleh dikatakan tangguh apabila telah
merdeka dari berbagai belenggu yang bisa menyesatkan penglihatan dan pikiran,orang
yang memiliki ketangguhan pribadi tidak akan pernah sakit hati karena ia
sendiri tidak mengijinkan hatinya untuk disakiti dan ia mampu memilih respon
atau reaksi yang sesuai dengan prinsip yang dianut. Disinilah pusat rasa aman
sebenarnya bukan pada lingkungan yang labil tetapi pada enam prinsip iman yang
mantap. yang memiliki pedoman yang jelas dalam mencapai tujuan hidup, dan tetap
pleksibel serta bijaksana dalam menghadapi berbagai realitas kehidupan yang
nyata dan ril. Ia mampu keluar dalam diri, untuk melihat dirinya sendiri dari luar
sehingga mampu bersikap adil dan terbuka pada dirinya juga orang lain.ia akan
mampu menikmati hidup, meski menurut ukuran mata telanjang orang lain melihat
ia berada dalam kesengsaraan. Itulah ketangguhan pribadi yang dihasilkan
apabila seseorang hanya berpegang pada Allah Yang Esa dan tidak ada Illah lain
baginya kecuali Allah SWT. Ia hanya bisa menderita apabila Allah
meninggalkannya, tetapi ia tahu persis selama ia berpegang teguh pada syahadat
(janjinya) kepada Allah maka Allah tidak akan pernah meninggalkannya.
Ia
pun tahu dengan pasti bahwa pegangannya Allah SWT yang mempunyai sifat Maha Pengasih dan Penyayang terhadap dirinya.
Laa mahbuba illa huwa Allah, tidak
ada yang dicintai kecuali dia Allah.
Secara
sistematis, ketangguhan pribadi adalah seseorang yang telah memiliki EQ
paripurna yaitu seseorang yang telah memiliki enam prinsip moral sebagai
berikut :
1.
Memiliki prinsip dasar Tauhid, yaitu
berprinsip hanya kepada Allah
2.
Memiliki prinsip kepercayaan, yaitu
komitmen seperti malaikat
3.
Memiliki prinsip kepemimpinan, yaitu meneladani
Nabi dan Rasulnya
4.
Selalu memiliki prinsip pembelajaran,
yaitu berpedoman pada Al-quran
5.
Memiliki prinsip masa depan, yaitu
beriman pada hari kemudian
6.
Memiliki prinsip keteraturan, yaitu ikhlas
pada ketentuan Allah.