Jumat, 20 April 2012

PAN & PAP


BAB I
PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah
Seringkali pengembang intruksional termasuk pengajar menyusun tes setelah proses instruksional berakhir. Ia menyusunnya dalam waktu yang singkat berdasarkan isi pelajaran yang telah diajarkan dan masih segar dalam ingatannya. Keadaan yang seperti itu sangat memungkinkan tidak berfungsinya tujuan intruksional yang telah dirumuskannya. Tes yang disusunnya mungkin konsisten dengan isi pelajaran, tetapi tidak konsisten dengan perilaku yang seharusnya diukur.
Tes yang seharusnya disusun adalah tes yang mengatur tingkat pencapaian mahasiswa terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional. Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan mahasiswa terhadap seluruh uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa yang diberikan pengajar selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan proses pelaksanaan intruksional.
Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya suatu tes hasil belajar dapat dipakai untuk menyatakan :
  1. Deretan kedudukan mahasiswa yang relatif, atau
  2. Memberikan suatu gambaran tentang tugas-tugas yang dapat atau belum dapat dilakukan oleh mahasiswa.
Hasil tes jenis pertama secara relatif menunjukkan deretan kedudukan setiap mahasiswadi antara mahasiswa lain. Metode menafsirkan hasil tes seperti ini disebut tafsiran yang mengacu kepada sebuah norma.
Hasil tes jenis kedua dinyatakan dengan jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan yang dapat diperlihatkan oleh setiap mahasiswa. Metode penafsiran seperti ini disebut mengacu kepada sebuah patokan.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atu teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauhmana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
  1. Apakah pengertian dari Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
  2. Persamaan dan perbedaanPAN dan PAP
  3. Kekurangan dan kelebihan PAN dan PAP
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dalam setiap kegiatan tentunya ada tujuan yang hendak dicapai oleh pelakunya, begitu pula dengan penulisan makalah ini penulis hendak mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
  1. Mengetahui teknik-teknik yang tepat untuk memberikan pemeriksaan, penskoran dan penilaian.
  2. Mampu membandingkan teknik-teknik yang ada dan menyesuaikannya dengan situasi dan kondisi perkembangan dunia pendidikan.
  3. Mengetahui perbedaan, kelemahan dan kelebihan dari tiap teknik.
  4. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum memperolah dan meberikan nilai.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Penilaian Acuan Norma
Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya .
Ada beberapa pendapat tentang pengertian Penilaian Acuan Norma, yaitu:
  1. Acuan norma merupakan elemen pilihan yang memeberikan daftar dokumen normatif yang diacu dalam standar sehingga acuan tersebut tidak terpisahkan dalam penerapan standar. Data dokumen normatif yang diacu dalam standar yang sangat diperlukan dalam penerapan standar.
  2. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal sebagai penilaian acuan norma (PAN).
  3. PAN adalah Nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu.
  4. Penilaian Acuan Norma (PAN) yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas / kelompok dipakai sebagai dasar penilaian.
Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
v  Ciri-ciri Penilaian Acuan Normatif :
  1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
  2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
  3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
  4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
  5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.
v  Syarat PAN
1.  Kelompok yang dijadikan acuan cukup mewakili populasi yang ingin dicakup
2.  Kelompok tersebut sesuai untuk dijadikan kelompok acuan
3. Skor tes kelompok yang dijadikan acuan tersebut tidak kadaluarsa
4.  Contoh : SPMB

v  Kelebihan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji di bawah ini:
1)      Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam memperlakukan siswa sebagai individu yang unik.
2)      Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa  dalam kelompoknya.
3)      PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.Atau  untuk menentukan peringkat/kedudukan  siswa dalam kelompok.

B. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional .
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan.
PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).
v  Cirri-ciri PAP
• Penafsiran skor dari alat pengukuran yang dapat menghasilkan deskripsi tentang kemampuan         atau pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik
v  Syarat PAP
• Adanya seperangkat kemampuan yang telah didefinisikan secara rinci
• Adanya seperangkat butir tes yang disusun berdasarkan kemampuan yang telah didefinisikan tersebut
• Adanya rentangan skor yang penafsirannya dapat dikaitkan dengan tingkat pencapaian kemampuan itu
• Contoh : UTS, UAS, UNAS

v  Kelebihan PAP
1)      Hasil PAP merupakan  umpan balik yang dapat diguna-kan guru sebagai introspeksi   tentang program pembela-jaran yang telah dilaksanakan.
2)      Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.                                               
3)      Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelak-sanaan program remidi.   

C. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai berikut:
  1. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
  2. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
  3. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument.
  4. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
  5. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan.
  6. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
  7. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.


Perbedaan penilaian adalah sebagai berikut:
  1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
  2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
  3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
  4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.

Perbandingan PAP dan PAN

No.
Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Normatif (PAN)
1.
PAP digunakan untuk menentukan status setiap peserta terhadap tujuan yang direncanakan
PAN digunakan untuk menentukan status setiap peserta terhadap kemampuan peserta lain
2.
Tidak memperdulikan perbedaan individual
Perbedaan individual mendapat penekanan dalam PAN
3.
Keragaman bukan menjadi faktor penentu dalam PAP, walaupun pada akhirnya tes-tes akan membedakan peserta yang telah menguasai dan belum menguasai
Pengembang PAN berupaya untuk menghasilkan tes-tes yang menghasilkan keragaman yang cukup berarti
4.
PAP secara khusus menekankan pada ranah (kawasan ) tertentu yang harus dipelajari peserta didik
PAN mengukur kompetensi umum peserta didik
5.
Butir-butir soal ditulis berdasarkan pengelompokkan, setiap kelompok terpusat pada tujuan tertentu
PAN menghasilkan penguasaan peserta didik secara umum dalam bidang pembelajaran tertentu
6.
PAP memberikan indikator yang lebih meyakinkan bahwa tujuan telah tercapai
PAN memberikan hasil pengukuran yang meyakinkan terhadap penguasaan secara umum mengenai pembelajaran
7.
PAP memiliki standar penguasaan untuk semua peserta yaitu berhasil atau gagal
PAN memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius
8.
PAP memberikan penjelasan tentang penguasaan kelompok terhadap satu atau sejumlah tujuan
PAN memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok
9.
Mudah menentukan materi yang belum dikuasai peserta didik dan mudah memberikan bantuan untuk menguasainya
Sukar menentukan dan memberi bantuan materi yang belum dikuasai peserta didik
10
Baik PAP maupun PAN diperlukan dalam pengukuran, karena keputusan yang tepat untuk memilih alat ukur yang digunakan akan sangat menentukan, misal alat ukur untuk UN berbeda dengan alat ukur untuk UMPT


 







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian singkat yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang mengacu kepada tujuan instruksional atau untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan instruksional khusus tersebut. Penilaian acuan norma adalah penilaian yang mengacu kepada norma untuk menentukan kedudukan atau posisi seorang peserta didik di antara kelompoknya.
  2. Persamaan penilaian acuan norma dan acuan patokan antara lain adalah keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang diukur, disusun dari sampel butir-butir tes yang relevan dan representatif, keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitas dan digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
  3. Adapun perbedaan dari kedua penilaian tersebut antara lain:
a)      Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
b)      Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
c)      Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
d)      Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.
B. Saran
Dalam hal ini penulis mencoba memberikan saran dari uraian di atas :
  1. Pendidik sebaiknya mengetahui berbagai macam teknik dalam pengolahan dan pengonversian hasil evaluasi dengan memanfaatkan metode penilaian acuan norma dan acuan patokan.
  2. Pendidik mampu menangani peserta didiknya dalam proses pembelajaran












DAFTAR PUSTAKA
Sukardi. E, dan Maramis. W. F. Penilaian Keberhasilan Belajar,Jakarta: Erlangga:University Press,1986.
Bistok Sirait. Menyusun Tes Hasil Belajar. Semarang Press, 1985.
Atwi Suparman, Desain Instruksional, Jakarta: PAU ,1997.
http://nandangfkip.blogspot.com/2008/07/penilaian-pan-dan-pap_2459.htm

Selasa, 27 Maret 2012

KESEHATAN MENTAL

A.      Pengertian Kesehatan Mental
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Zakiah Daradjat, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar untuk Kesehatan Jiwa di IAIN "Syarif Hidayatullah Jakarta" (1984) mengemukakan lima buah rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli. Kelima rumusan itu disusun mulai dari rumusan- rumusan yang khusus sampai dengan yang lebih umum, sehingga dari urutan itu tergambar bahwa rumusan yang terakhir seakan-akan mencakup rumusan-rumusan sebelumnya.                                        
1.    Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
2.     Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup. 
3.    Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu - ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin. 
4.    Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.Definisi keempat ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pembawaan yang dibawa sejak lahir,  sehingga benar-benar membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
5.    Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.Definisi ini memasukkan unsur agama yang sangat penting dan harus diupayakan penerapannya dalam kehidupan, sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip kesehatan mental dan pengembangan hubungan baik dengan sesama manusia. 

        Dalam buku lainnya yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental, Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental adalah terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada padanya seoptimal mungkin.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.


B.       Ciri - ciri  Kesehatan Mental Berdasarkan Para Ahli
Marie Jahoda memberikan batasan yang agak luas tentang kesehatan mental. Kesehatan mental tidak hanya terbatas pada absennya seseorang dari gangguan kejiwaan dan penyakitnya. Akan tetapi, orang yang sehat mentalnya memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut :
1. Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri dalam arti dapat mengenal diri sendiri dengan baik.
2.  Pertumbuhan, perkembangan, dan perwujudan diri yang baik. 
3. Integrasi diri yang meliputi keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan tahan terhadap tekanan- tekanan yang terjadi.
4. Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas. 
5. Persepsi mengenai realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, serta memiliki empati dan kepekaan sosial. 
6. Kemampuan untuk menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara baik.
Richard T.Kinnier (dalam Cappuzzi & Gross,1997) memberikan beberapa kriteria mengenai kesehatan mental, seperti berikut :
a.    Menerima diri sebagaimana adanya (self-acceptancce)
b.    Mengerti tentang keadaan diri (self- knowledge)
c.    Mempunyai kepercayaan diri dan kontrol diri (self confidence  and self- control)
d.   A Clear perception of reality
e.    Keseimbangan dalam hidup (Balance and moderation)
f.     Menyanyangi sesama manusia (Love of others)
g.    Menyanyangi kehidupan (Love of life)
h.    Memiliki tujuan hidup (Purpose in life) 




C.      Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi Islam
Dalam literatur Psikologi, ditemukan beberapa pengertian kesehatan mental. Musthafa Fahmi, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Mahmud menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental: Pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis (al-amradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzihaniyah). Kedua, pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya.
Zakiah Daradjat secara lengkap mendefinisikan kesehatan mental dengan ”terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan”.
Dalam Islam, Ada tiga pola yang dikembangkan untuk mengungkap metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental: Pertama, metode tahalli, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, islam, dan ihsan. Di sini, kita lebih cenderung memilih pola yang ketiga.
1.      Metode Imaniah
Iman secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan (al-amanah). Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi problem hidup.
Dengan iman, seseorang memiliki tempat bergantung, tempat mengadu, dan tempat memohon apabila ia ditimpa problema atau kesulitan hidup, baik yang berkaitan dengan perilaku fisik maupun psikis. Ketika seseorang telah mengerahkan daya upayanya secara maksimal untuk mencapai satu tujuan, namun tetap mengalami kegagalan, tidak berarti kemudian ia putus asa atau malah bunuh diri. Keimanan akan mengarahkan seseorang untuk mengoreksi diri apakah usahanya sudah maksimal atau belum. Sejalan dengan hukum-hukum-Nya atau tidak. Jika sesuai dengan hukum-hukum-Nya, tetapi masih menemui kegagalan, hal yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik kegagalan tersebut.
Apakah Allah SWT menguji kualitas keimanannya melalui kegagalan ataukah Dia mengasihi hamba-Nya yang salih supaya ia tidak sombong atau angkuh ketika memperoleh kesuksesan.
2.      Metode Islamiah
Islam secara etimologi memiliki tiga makna, yaitu penyerahan dan ketundukan (al-silm), perdamaian dan keamanan (al-salm), dan keselamatan (al-salamah). Realisasi metode Islam dapat membentuk kepribadian muslim (syakhshiyah al-muslim) yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap kondisi. Kondisi seperti itu merupakan syarat mutlak bagi terciptanya kesehatan mental. Kepribadian muslim menimbulkan lima karakter ideal.
Pertama, karakter syahadatain yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membebaskan diri dari segala belenggu dan dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif, seperti materi dan hawa nafsu. 
·           QS. Al-Furqon {25}: 43
|M÷ƒuäur&Ç`tBxsƒªB$#¼çmyg»s9Î)çm1uqyd|MRr'sùr&ãbqä3s?Ïmøn=tã¸xÅ2urÇÍÌÈ
43. Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
Kedua, karakter mushalli, yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah (ilahi) dan dengan sesama manusia (insani). Komunikasi ilahiah ditandai dengan takbir, sedang komunikasi insaniah ditandai dengan salam. Karakter mushalli juga menghendaki kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir diwujudkan dalam wudhu (Q.S. Al-Maidah:6), sedang kesucian batin diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyukan (Q.S. al-Mukminun: 1-2).
Ketiga, karakter muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan kesucian jiwanya (Q.S. At-Taubah: 103). Karakter Muzakki menghendaki adanya pencarian harta secara halal dan mendistribusikannya dengan cara yang halal pula. Ia menuntut adanya produktifitas dan kreativitas.
Keempat, karakter sha’im, yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan nafsu-nafsu rendah dan liar. Di antara karakter sha’im  adalah menahan makan, minum, hubungan seksual pada waktu, dan tempat dilarang.
Kelima, karakter hajji, yaitu karakter yang mau mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT. Karakter ini menghasilkan jiwa yang egaliter, memiliki wawasan inklusif dan pluralistik, melawan kebatilan, serta meningkatkan wawasan wisata spiritual.

3.      Metode Ihsaniah
Ihsan secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (muhsin) adalah orang yang mengetahui akan hal-hal baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik, dan dilakukan dengan niatan baik pula. Metode ini apabila dilakukan dengan benar akan membentuk kepribadian muhsin (syakhshiyah al-muhsin) yang dapat ditempuh melalui beberapa tahapan. Pertama, tahapan permulaan (al-bidayah). Tahapan ini disebut juga tahapan takhalli. Takhalli adalah mengosongkan diri dari segala sifat-sifat kotor , tercela, dan maksiat. Kedua, tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadat). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat, kemudian ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang baik. Tahapan ini disebut juga tahalli . Ketiga, tahapan merasakan (al-muziqat). Pada tahapan ini, seorang hamba tidak sekadar menjalankan perintah Khaliknya dan menjauhi larangan-Nya, namun ia merasa kelezatan, kedekatan, kerinduan, dengan-Nya. Tahapan ini disebut Tajalli.
Tajalli adalah menampakkannya sifat-sifat Allah SWT pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir yang menghalangi menjadi sirna.

D.      Kesehatan Mental dalam Islam
Dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan dari kondisi pribadi yang matang secara emosional, intelektual dan sosial, serta terutama matang pula ketuhanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
Dengan demikian dalam Islam dinyatakan betapa pentingnya pengembangan pribadi-pribadi meraih kualitas “insan paripurna”, yang otaknya sarat dengan ilmu yang bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Tuhan. Sikap dan tingkah lakunya benar-benar merefleksikan nilai-nilai keislaman yang mantap dan teguh. Otaknya terpuji dan bimbingannya terhadap masyarakat membuahkan ketuhanan, rasa kesatuan, kemandirian, semangat kerja tinggi, kedamaian dan kasih sayang. Kesan demikian pasti jiwanya pun sehat. Suatu tipe manusia ideal dengan kualitas-kualitasnya mungkin sulit dicapai. Tetapi dapat dihampiri melalui berbagai upaya yang dilakukan secara sadar, aktif dan terencana sesuai dengan prinsip yang terungkap dalam  firman Allah SWT.
·         QS. Ar-Ra’du :  11
¼çms9×M»t7Ée)yèãB.`ÏiBÈû÷üt/Ïm÷ƒytƒô`ÏBur¾ÏmÏÿù=yz¼çmtRqÝàxÿøtsô`ÏB̍øBr&«!$#3žcÎ)©!$#ŸwçŽÉitóãƒ$tBBQöqs)Î/4Ó®Lym(#rçŽÉitóãƒ$tBöNÍkŦàÿRr'Î/3!#sŒÎ)uryŠ#ur&ª!$#5Qöqs)Î/#[äþqߟxsù¨ŠttB¼çms94$tBurOßgs9`ÏiB¾ÏmÏRrߊ`ÏB@A#urÇÊÊÈ
11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah [767]. Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan [768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengakui kebebasan berkehendak dan menghargai pilihan pribadi untuk menentukan apa yang terbaik baginya. Dalam hal ini manusia diberi kebebasan untuk secara sadar aktif melakukan lebih dahulu segala upaya untuk meningkatkan diri dan merubah nasib sendiri dan barulah setelah itu hidayah Allah akan tercurah padanya.
Sudah tentu upaya-upaya dapat meraih hidayah Allah SWT itu harus sesuai dan berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu dalam Islam kebebasan bukan merupakan kebebasan tak terbatas, karena niat, tujuan, dan cara-caranya harus selalu sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma-norma yang berlaku. Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan.
§   QS An Nahl {16} : 97
BŸ@ÏJtã$[sÎ=»|¹`ÏiB@Ÿ2sŒ÷rr&4Ós\Ré&uqèdurÖ`ÏB÷sãB¼çm¨ZtÍósãZn=sùZo4quymZpt6ÍhŠsÛ(óOßg¨YtƒÌôfuZs9urNèdtô_r&Ç`|¡ômr'Î/$tB(#qçR$Ÿ2tbqè=yJ÷ètƒÇÒÐÈ
97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
§   QS. Ar Ra’ad {13} : 28
ûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%̍ø.ÉÎ/«!$#3Ÿwr&̍ò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Menurut Yahya Jaya pandangan Islam terhadap kesehatan mental adalah dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya adalah :
1.    Agama Islam memberikan tugas manusia untuk menjadi ‘abid sebagai penyembah Allah SWT (QS. al-Zariyat (51): 56) dan sebagai khalifah Allah SWT di bumi (QS. al-Baqarah (2): 30). Dalam melaksanakan tugas ini manusia diberi petunjuk dan bimbingan untuk mencapai tujuannya. Sehingga dapat mengembangkan potensi-potensi jiwanya dan merasakan mental yang sehat.
2.    Islam memberikan tuntunan kepada manusia untuk bersabar dan shalat (QS. al-Baqarah (2): 45) dalam menghadapi segala cobaan hidup sehingga dapat diatasinya dengan ketenangan jiwa.
3.    Agama Islam memiliki nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan dari Nabi Muhammad Saw dalam membantu pemeluknya untuk membina kepribadiannya.
4.    Ajaran Islam dengan melalui wahyu memberikan tuntunan kepada akal agar berpikir dengan benar.
5.    Ajaran Islam yang tentunya dalam al-Qur’an menerangkan bahwa al-Qur’an merupakan obat (syifa) bagi jiwa.
6.     Ajaran Islam menuntun pemeluknya untuk berinteraksi sosial dengan baik, baik dengan lingkungannya maupun dengan orang lain, sebagaimana tercantum dalam ajaran aqidah, syari’at dan akhlak.
7.    Ajaran Islam mendorong manusia untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan yang jahat dan maksiat.
8.    Ajaran Islam dapat memenuhi kebutuhan psikis manusia.

Abdulah Gimnastiar mengartikan kesehatan mental adalah qolbun salim. Sedangkan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang berhasil merawat, memelihara dan memperindah hatinya, dengan ciri-ciri antara lain:
1.    Hatinya bebas dari jeratan memperturutkan hawa nafsu untuk menyalahi perintah Allah SWT.
2.    Hidupnya selalu diselimuti mahabbah dan tawakkal kepada Allah SWT
3.    Dalam hal beribadah segenap cita-cita dan perhatiannya hanya tertuju pada satu hal yakni haru menjadi ladang ibadah dan amal halih.
4.    Sungguh-sungguh merasakan lezatnya bekerja dalam ikhtiar.
5.    Syukur, tidak licik, tidak sombong dan tidak dzalim.

Dalam pandangan Islam, bahwa kesehatan mental mengandung arti kebahagiaan batin atau jiwa (sa’adah) yang berarti keselamatan (najat), kejayaan (jauz), dan kemakmuran (falah). Dan kebahagiaan dipandang dalam dua dimensi yang tidak terpisah yaitu, kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan dengan tegas Islam menyatakan bahwa kebahagiaan dunia adalah gambaran bagi kebahagiaan akhirat, dan kebahagiaan akhirat adalah muara dari kebahagiaan dunia. Dari sini dapat disimpulkan bahwa rumusan kesehatan mental adalah perwujudan keharmonisan fungsi-fungsi kejiwaan manusia dan terciptanya penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakatnya dalam konteks hubungan muamalah (horizontal) dan ibadah kepada Allah SWT (vertikal), dan bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna demi memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam konteks pandangan Islam, mental yang   sehat identik dengan kepribadian yang serasi, terdapat keseimbangan antara kekuatan spiritual yang mendalam dan vitalitas fisik. Menurut Ustman Najati, kepribadian yang serasi adalah kepribadian yang memperhitungkan tubuh, kesehatan, kekuatan dan memenuhi kebutuhan dalam batas-batas yang diperkenankan agama, dan pada saat yang sama berpegang teguh pada keimanan kepada Allah SWT, dan menghindari segala hal yang membangkitkan amarah-Nya.
Dengan demikian pandangan Islam tentang kesehatan mental mengacu kepada kebahagiaan dan kesejahteraan manusia dalam membina hubungan baik dengan Tuhan, terhadap dirinya sendiri, sesama manusia dan alam lingkungan sekitarnya.


E.       Upaya Mencapai Kesehatan Mental

Di kalangan ahli kesehatan mental, istilah yang digunakan untuk menyebut kesehatan mental berbeda-beda, kriteria yang dibuat pun tidak sama secara tekstual, meskipun memiliki maksud yang sama. Dapat disebut di sini, Maslow menyebut kondisi optimum itu dengan self-actualization, Rogers menyebutnya dengan fully functioning, Allport memberi nama dengan mature personality, dan banyak yang menyebut dengan mental health.
Semuanya bermaksud yang sama, tidak ada yang perlu diperdebatkan meskipun berada dalam kerangka teorinya masing-masing. Pada bagian berikut akan diuraikan berbagai pandangan tentang kriteria kesehatan mental itu satu persatu, dengan maksud dapat memberikan gambaran yang lebih luas tentang kondisi mental yang sehat. Manifestasi mental yang sehat (secara psikologis) menurut Maslow dan  Mittlemenn adalah sebagai berikut :
1.    Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai). Perasaan merasa aman dalam hubungannya dengan pekerjaan, sosial, dan keluarganya.

2.    Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendiri yang memadai), yang mencakup:
a.    harga diri yang memadai, yaitu merasa ada nilai yang sebanding pada diri sendiri dan prestasinya.
b.    memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan yang secara moral masuk akal, dengan perasaan tidak diganggu oleh rasa bersalah yang berlebihan, dan mampu mengenai beberapa hal yang secara sosial dan personal tidak dapat diterima oleh kehendak umum yang selalu ada sepanjang kehidupan di masyarakat.

3.    Adequate spontanity and emotionality (memiliki spontanitas dan perasaan yang memadai, dengan orang lain).
Hal ini ditandai oleh kemampuan membentuk ikatan emosional secara kuat dan abadi, seperti hubungan persahabatan dan cinta, kemampuan memberi ekspresi yang cukup pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol, kemampuan memahami dan membagi rasa kepada orang lain, kemampuan menyenangi diri sendiri dan tertawa. Setiap orang adalah tidak senang pada suatu saat, tetapi dia harus memiliki alasan yang tepat.

4.    Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien dengan realitas).
Kontak ini sedikitnya mencakup tiga aspek, yaitu dunia fisik, sosial, dan diri sendiri atau internal. Hal ini ditandai  oleh :
a. tiadanya fantasi yang berlebihan,
b. mempunyai pandangan yang realistis dan pandangan yang luas terhadap dunia, yang disertai dengan kemampuan menghadapi kesulitan hidup sehari-hari, misalnya sakit dan kegagalan.
c. kemampuan untuk berubah jika situasi eksternal tidak dapat dimodifikasi. kata yang baik untuk ini adalah: bekerja sama tanpa dapat ditekan (cooperation, with the inevitable).



5.      Adequate bodily desires and ability to gratify them (keinginan-keinginan jasmani yang memadai dan kemampuan untuk memuaskannya).
Hal ini ditandai dengan :
a. suatu sikap yang sehat terhadap fungsi jasmani, dalam arti menerima mereka tetapi bukan dikuasai;
b.kemampuan memperoleh kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan pulih kembali dari kelelahan
c. kehidupan seksual yang wajar, keinginan yang sehat untuk memuaskan tanpa rasa takut dan konflik;
d.  kemampuan bekerja;
e. tidak adanya kebutuhan yang berlebihan untuk mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut.

6. Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar).
Termasuk di dalamnya ;
(a) cukup mengetahui tentang: motif, keinginan, tujuan, ambisi, hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan rendah diri, dan sebagainya
 (b) penilaian yang realistis terhadap milik dan kekurangan. Penilaian diri yang jujur adalah dasar kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sifat dan tidak untuk menanggalkan (tidak mau mengakui) sejumlah hasrat penting atau pikiran jika beberapa di antara hasrat-hasrat itu secara sosial dan personal tidak dapat diterima. Hal itu akan selalu terjadi sepanjang kehidupan di masyarakat.

7. Integration and concistency of personality (kepribadian yang utuh dan konsisten).
 Ini bermakna (a) cukup baik perkembangannya, kepandaiannya, berminat dalam beberapa aktivitas; (b) memiliki prinsip moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda dengan pandangan kelompok; (c) mampu untuk berkonsentrasi; dan (d) tiadanya konflikkonflik besar dalam kepribadiannya dan tidak dissosiasi terhadap kepribadiannya.



8.  Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar).
Hal ini berarti (a) memiliki tujuan yang sesuai dan dapat dicapai; (b) mempunyai usaha yang cukup dan tekun mencapai tujuan; dan (c) tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan masyarakat. 

9.    Ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari pengalaman).
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia praktik, tetapi elastisitas dan kemauan menerima dan oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah kemampuan untuk belajar secara spontan.

10.    Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan memuaskan tuntutan kelompok).
Individu harus: (a) tidak terlalu menyerupai anggota kelompok yang lain dalam cara yang dianggap penting oleh kelompok: (b) terinformasi secara memadai dan pada pokoknya menerima cara yang berlaku dari kelompoknya; (c) berkemauan dan dapat menghambat dorongan dan hasrat yang dilarang kelompoknya; (d) dapat menunjukkan usaha yang mendasar yang diharapkan oleh kelompoknya: ambisi, ketepatan; serta persahabatan, rasa tanggung jawab, kesetiaan, dan sebagainya, serta (e) minat dalam aktivitas rekreasi yang disenangi kelompoknya. 

11.    Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai emansipasi yang memadai dari kelompok atau budaya)
Hal ini mencakup: (a) kemampuan untuk menganggap sesuatu itu baik dan yang lain adalah jelek setidaknya; (b) dalam beberapa hal bergantung pada pandangan kelompok; (c) tidak ada kebutuhan yang berlebihan untuk membujuk (menjilat), mendorong, atau menyetujui kelompok; dan (d) untuk beberapa tingkat toleransi; dan menghargai terhadap perbedaan budaya. 



Carl Rogers mengenalkan konsep fully functioning (pribadi yang berfungsi sepenuhnya) sebagai bentuk kondisi mental yang sehat. Secara singkat fully functioning person ditandai (1) terbuka terhadap pengalaman; (2) ada kehidupan pada dirinya; (3) kepercayaan kepada organismenya; (4) kebebasan berpengalaman; dan (5) kreativitas. 
Golden Allport (1950) menyebut mental yang sehat dengan maturity personality. Dikatakan bahwa untuk mencapai kondisi yang matang itu melalui proses hidup yang disebutnya dengan proses becoming. Orang yang matang jika: (l) memiliki kepekaan pada diri secara luas; (2) hangat dalam berhubungan dengan orang lain; (3) keamanan emosional atau penerimaan diri; (4) persepsi yang realistik, ketrampilan dan pekerjaan; (5) mampu menilai diri secara objektif dan memahami humor; dan (6) menyatunya filosofi hidup. 
Berangkat dari definisi kesehatan mental yang berbeda-beda sesuai dengan bidang dan pandangan masing-masing, maka upaya pencapaiannya juga beragam. Kartini Kartono berpendapat ada tiga prinsip pokok untuk mendapatkan kesehatan mental, yaitu :
 1. Pemenuhan kebutuhan pokok
Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan dan kebutuhankebutuhan pokok yang bersifat organis (fisik dan psikis) dan yang bersifat sosial. Kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut pemuasan. Timbullah ketegangan-ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan cenderung menurun jika kebutuhankebutuhan terpenuhi, dan cenderung naik/makin banyak, jika mengalami frustasi atau hambatan-hambatan.

2. Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat psikis. Dia ingin merasa kenyang, aman terlindung, ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Pendeknya ingin puas di segala bidang, lalu timbullah Sense of Importancy dan Sense of Mastery, (kesadaran nilai dirinya dan kesadaran penguasaan) yang memberi rasa senang, puas dan bahagia.


3. Posisi dan status sosial                                                 
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa diri aman/assurance, keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang. Orang lalu menjadi optimis dan bergairah. Karenanya individu-individu yang mengalami gangguan mental, biasanya merasa dirinya tidak aman. Mereka senantiasa dikejar-kejar dan selalu dalam kondisi ketakutan. Dia tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan hari esok, jiwanya senantiasa bimbang dan tidak imbang (Kartini Kartono dan dr. Jenny Andari, op.cit., hlm. 29-3).

F.       Upaya Mencapai Kesehatan Mental Menurut Agama Islam

1.      Dzikir
Zakiah Darajat berpendapat kehilangan ketentraman batin itu, disebabkan oleh ketidakmampuan menyesuaikan diri, kegagalan, tekanan perasaan, baik yang terjadi di rumah tangga, di kantor ataupun dalam masyarakat. Maka sebagai upayanya Zakiah Daradjat mengutip firman Allah SWT.
·         QS. Ar-Ra’du {13}:  28
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%̍ø.ÉÎ/«!$#3Ÿwr&̍ò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
·         (QS.Al-Baqarah {2} : 152
þÎTrãä.øŒ$$sùöNä.öä.øŒr&(#rãà6ô©$#urÍ<ŸwurÈbrãàÿõ3s?ÇÊÎËÈ
152. karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa dzikir itu bisa membentuk hati manusia untuk mencapai ketentraman. Dzikir berasal dari kata dzakara artinya mengingat, memperhatikan, mengena, sambil mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Biasanya perilaku dzikir diperlihatkan orang hanya dalam bentuk renungan sambil duduk berkomat-kamit. Al-Qur'an memberi petunjuk bahwa dzikir itu bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat-kamitnya lidah sambil duduk merenung, tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif.                                                  
a.       Al-Qur'an menjelaskan dzikir berarti membangkitkan daya ingatan
b.      Dzikir berarti pula ingat akan hukum-hukum Allah
·      QS.An Nahl {16}: 90
*¨bÎ)©!$#ããBù'tƒÉAôyèø9$$Î/Ç`»|¡ômM}$#urÇ!$tGƒÎ)urÏŒ4n1öà)ø9$#4sS÷ZtƒurÇ`tãÏä!$t±ósxÿø9$#̍x6YßJø9$#urÄÓøöt7ø9$#ur4öNä3ÝàÏètƒöNà6¯=yès9šcr㍩.xs?ÇÒÉÈ
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
c.     Dzikir juga mengambil pelajaran atau peringatan
·      QS.Al Baqarah {2}: 269
ÎA÷sãƒspyJò6Åsø9$#`tBâä!$t±o4`tBur|N÷sãƒspyJò6Åsø9$#ôs)sùuÎAré&#ZŽöyz#ZŽÏWŸ23$tBur㍞2¤tƒHwÎ)(#qä9'ré&É=»t6ø9F{$#ÇËÏÒÈ
269. Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

2.      Puasa  (Korelasi antara Puasa dengan Kesehatan Mental)
Dalam Islam pengembangan kesehatan mental terintegrasi dalam pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan (by-product) dari kondisi yang matang secara emosional, intelektual, dan sosial, serta matang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini tampak sejalan dengan ungkapan lama the man behind the gun, yang menunjukkan bahwa unsur penentu dari segala urusan ternyata adalah unsur manusianya juga, atau dalam tulisan ini lebih tepat diganti menjadi the man behind the system.
Dengan demikian, jelas dalam Islam betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih kwalitas insan paripurna, yang otaknya sarat dengan ilmu-ilmu bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Tuhan, sikap dan perilakunya meralisasikan nilai-nilai kiislaman  yang mantap dan teguh, wataknya terpuji, dan bimbingannya kepada masyarakat membuahkan keimanan, rasa kesatuan, kemandirian, semangat kerja tinggi, kedamaian dan kasih sayang. Insan demikian pastilah jiwanya sehat.  Suatu tipe manusia ideal dengan kwalitas yang mungkin sulit dicapai, tetapi dapat dihampiri melalui berbagai upaya yang dilakukan secara sadar, aktif, dan terencana.
Ditinjau secara ilmiyah, puasa dapat memberikan kesehatan jasmani maupun ruhani. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Mosow (the Moskow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia menterapi pasien sakit jiwa dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Nicolayev mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok sama besar, baik usia maupun berat ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi dipantau perkembangan  fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis.

Dari eksperimen tersebut diperoleh hasil yang sangat bagus, yaitu banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik, ternyata bisa disembuhkan dengan puasa. Selain itu kemungkinan pasien tidak kambuh lagi selama 6 tahun kemudian ternyata tinggi. Lebih dari separoh pasien tetap sehat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Alan Cott terhadap pasien gangguan jiwa di rumah sakit Grace Square, New York juga menemukan hasil sejalan dengan penelitian Nicolayev. Pasien sakit jiwa ternyata bisa sembuh dengan terapi puasa. Ditinjau dari segi penyembuhan kecemasan, dilaporkan oleh Alan Cott, bahwa penyakit seperti susah tidur, merasa rendah diri, juga dapat disembuhkan dengan puasa.Percobaan psikologi membuktikan bahwa puasa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Hal ini dikaitkan dengan prestasi belajarnya. Ternyata orang-orang yang rajin berpuasa dalam tugas-tugas kolektif memperoleh skor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berpuasa.Di samping hasil penelitian di atas, puasa juga memberi pengaruh yang besar bagi penderita gangguan kejiwaan, seperti insomnia, yaitu gangguan mental yang berhubungan dengan tidur. Penderita penyakit ini sukar tidur, namun dengan diberikan cara pengobatan dengan berpuasa, ternyata penyakitnya dapat dikurangi bahkan dapat sembuh.
Dari segi sosial, puasa juga memberikan sumbangan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kendala-kendala yang timbul di dunia. Di dunia ini ada ancaman kemiskinan yang melanda dunia ketiga khususnya. Hal ini menimbulkan beban mental bagi sebagian anggota masyarakat di negara-negara yang telah menikmati kemajuan di segala bidang. Menanggapi kemiskinan di dunia ketiga, maka di Amerika muncul gerakan Hunger Project. Gerakan ini lebih bersifat sosial, yaitu setiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali mereka tidak diperbolehkan makan. Uang yang semestinya digunakan untuk makan tersebut diambil sebagai dana untuk menolong mereka yang miskin (Ancok, 1995:57).
Ibadah puasa yang dikerjakan bukan karena iman kepada Allah biasanya menjadikan puasa itu hanya akan menyiksa diri saja. Adapun puasa yang dikerjakan sesuai ajaran Islam, akan mendatangkan keuntungan ganda, antara lain: ketenangan jiea, menghilangkan kekusutan pikiran, menghilangkan ketergantungan jasmani dan rohani terhadap kebutuhan-kebutuhan lahiriyah saja.Menurut Hawari (1995:251), puasa sebagai pengendalian diri (self control). Pengendalian diri adalah salah satu ciri utama bagi jiwa yang sehat. Dan amnakala pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai reaksi patologik (kelainan) baik dalam alam pikiran, perasaan, dan perilaku yang bersangkutan. Reaksi patologik yang muncul tidak saja menimbulkan keluhan subyektif pada diri sendiri, tetapi juga dapat mengganggu lingkungan dan juga orang lain.
3.      Shalat
Shalat adalah anugrah terbesar dari ALLAH kepada umat manusia kepada siapa saja yang rendah hati, memiliki keinginan untuk melakukannya. Shalat berfungsi sebagai metode pengulangan untuk penguatan, di mana potensi spiritual yang berisikan elemen karakter dan sifat mulia di asah dan di ulang – ulang sehingga akan terjadi proses behaviorisme yang mengarah pada internalisasi karakter individu.
Shalat adalametode yang jauh lebih sempurna untuk pembentukan dan penguatan karakter individi, karena ia tidak hanya bersifat dunia, namun juga bermuatan nilai- nilai spiritual. Di dalamya terdapat sebuah totoalitas yang terangkum secara dinamis, kombinasi gerak (fisik), emosi (rasa) dan hati (spritual)
Shalat juga tidak hanya merupakan metode pengulangan namun juga merupakan shalawat, doa, dan munajat serta perpaduan yang mengagungkan yang terjadi antara kepasraan hatiyang penuh dedeikasi dan gerak tubuh.
Dan Allah pun telah memberikan isyarat kebenarannya lewat perintah shalat, ketika sujud doa yang diucapakan adalah Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi, ini artinya bahwa untuk mencapai suatu ketinggian harus dimulai dengan hati yang suci dan jernih terlebih dahulu.  Ini dilakukan sebelum kita menuju dana mengarah pada ketinggian.
·         QS. An Nisa’ {4} : 27 – 28
ª!$#ur߃̍ãƒbr&z>qçGtƒöNà6øn=tæ߃̍ãƒuršúïÏ%©!$#tbqãèÎ7­GtƒÏNºuqpk¤9$#br&(#qè=ŠÏÿsC¸xøŠtB$VJŠÏàtãÇËÐÈ
27. Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).
߃̍リ!$#br&y#ÏeÿsƒäöNä3Ytã4t,Î=äzurß`»|¡RM}$#$ZÿÏè|ÊÇËÑÈ
28. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah

·         QS. Al Ankabuut {29} : 45
@ø?$#!$tBzÓÇrré&y7øs9Î)šÆÏBÉ=»tGÅ3ø9$#ÉOÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(žcÎ)no4qn=¢Á9$#4sS÷Zs?ÇÆtãÏä!$t±ósxÿø9$#̍s3ZßJø9$#ur3ãø.Ï%s!ur«!$#çŽt9ò2r&3ª!$#urÞOn=÷ètƒ$tBtbqãèoYóÁs?ÇÍÎÈ
45. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Melalui shalat seseorang akan dapat memvisualisasikan prinsip hidup yang diperolehnya melalui keenam prinsip hidup yang ada dalam pembangunan mental berdasarkan rukun iman, dengan menghabiskan waktu beberapa menit dalam sehari untuk melakukan shalat, ia memiliki waktu untuk membuat pikirannya menjadi lebih rileks dan setelah itu ia dapat berpikir tentang dirinya serta pemecahan masalah-masalah dalam lingkungannya secara jernih.

4.      Personal Strength (Ketangguhan Pribadi)
·         QS. Al Maidah {5} : 35
$ygƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qà)®?$#©!$#(#þqäótGö/$#urÏmøs9Î)s's#Åuqø9$#(#rßÎg»y_urÎû¾Ï&Î#Î6yöNà6¯=yès9šcqßsÎ=øÿè?ÇÌÎÈ
35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
Ketangguhan pribadi adalah ketika sesorang berada pada posisi telah memiliki pengangan atau prinsip hidup yang kokoh dana jelas. Seseorang bisa dikatakan tangguh apabila ia telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungannya yang terus berubah dengan cepat. Ia tidak menjadi korban dari pengaruh lingkungan yang dapat merubah prinsip hidup atau cara berpikirnya. Prinsip hidup yang dimilikinya bersifat abadi dan tidak akan goyah meski diterpa badai sekeras apapun. Orang yang telah memiliki prinsip hidup yang kuat, ia akan mampu mengambil suatu keputusan yang bijaksana dengan menyelaraskan prinsip yang dianut dengan kondisi lingkungannya, tanpa harus kehilangan pegangan hidup; memiliki prinsip dari dalam diri keluar bukan dari luar kedalam dan mampu mengendalikan pikirannya sendiri ketka berhadapan dengan situasi yang sangat menekan.
 Seseorang boleh dikatakan tangguh apabila telah merdeka dari berbagai belenggu yang bisa menyesatkan penglihatan dan pikiran,orang yang memiliki ketangguhan pribadi tidak akan pernah sakit hati karena ia sendiri tidak mengijinkan hatinya untuk disakiti dan ia mampu memilih respon atau reaksi yang sesuai dengan prinsip yang dianut. Disinilah pusat rasa aman sebenarnya bukan pada lingkungan yang labil tetapi pada enam prinsip iman yang mantap. yang memiliki pedoman yang jelas dalam mencapai tujuan hidup, dan tetap pleksibel serta bijaksana dalam menghadapi berbagai realitas kehidupan yang nyata dan ril. Ia mampu keluar dalam diri, untuk melihat dirinya sendiri dari luar sehingga mampu bersikap adil dan terbuka pada dirinya juga orang lain.ia akan mampu menikmati hidup, meski menurut ukuran mata telanjang orang lain melihat ia berada dalam kesengsaraan. Itulah ketangguhan pribadi yang dihasilkan apabila seseorang hanya berpegang pada Allah Yang Esa dan tidak ada Illah lain baginya kecuali Allah SWT. Ia hanya bisa menderita apabila Allah meninggalkannya, tetapi ia tahu persis selama ia berpegang teguh pada syahadat (janjinya) kepada Allah maka Allah tidak akan pernah meninggalkannya.
Ia pun tahu dengan pasti bahwa pegangannya Allah SWT yang mempunyai sifat  Maha Pengasih dan Penyayang terhadap dirinya. Laa mahbuba illa huwa Allah, tidak ada yang dicintai  kecuali dia Allah.

Secara sistematis, ketangguhan pribadi adalah seseorang yang telah memiliki EQ paripurna yaitu seseorang yang telah memiliki enam prinsip moral sebagai berikut :
1.      Memiliki prinsip dasar Tauhid, yaitu berprinsip hanya kepada Allah
2.      Memiliki prinsip kepercayaan, yaitu komitmen seperti malaikat
3.      Memiliki prinsip kepemimpinan, yaitu meneladani Nabi dan Rasulnya
4.      Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yaitu berpedoman pada Al-quran
5.      Memiliki prinsip masa depan, yaitu beriman pada hari kemudian
6.       Memiliki prinsip keteraturan, yaitu ikhlas pada ketentuan Allah.